Kolaborasi Pentahelix, Sambut Hari Kusta Sedunia
Di kalangan masyarakat luas atau bahkan kita sendiri sering kali lupa akan literasi bahwa penyakit kusta masih ada di antara kita. Buktinya, hingga saat ini Indonesia tetap menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus baru kusta di dunia dengan 17.000 kasus baru per tahun. Selain itu, berbagai permasalahan juga masih dirasakan oleh orang-orang yang mengalami kusta. Dari masalah fisik, psikologis, mental dan sosial, baik pada pasien kusta, keluarga, hingga masyarakat disekitarnya.
![]() |
Design Emma by canva |
Penyakit Kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, karena menimbulkan masalah yang sangat kompleks, bukan hanya dari segi medis tetapi melebar hingga masalah ekonomi, sosial dan budaya semua di akibatkan karena masih terdapat stigma di masyarakat terhadap kusta dan disabilitas yang di timbulkannya,
Banyak penderita kusta yang malu akan penyakitnya karena stigma buruk yang melekat akan penyakit ini, tanpa disadari berakibat pada mental penderitanya dan hal ini mempunyai efek samping pada si penderita yang membuatnya kian terpuruk, dan ini berakibat pada malasnya untuk pergi berobat, depresi dan menyebabkan kemunduran finasial. Dampak negatif dari semua itu membuat angka kasus kusta ini malah kian bertambah.
Dalam upaya mengedukasi masyarakat dan memutus mata rantai penularan kusta secara komprehensif di masyarakat, kolaborasi pentahelix yang melibatkan lintas sektor perlu dilakukan, di antaranya melibatkan akademisi, pemerintah, pelaku bisnis, komunitas hingga media. Yayasan NLR Indonesia adalah sebuah organisasi non-pemerintah (LSM) yang mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk akibat kusta. Melalui diskusi ini, NLR dan Radio KBR mengajak masyarakat untuk ikut ambil bagian dalam meminimalisir bahkan memutus mata rantai penyebarannya.
![]() |
Pic by Emma |
Dengan cara Konsep kolaborasi penta-helix atau multipihak dimana unsur pemerintah, akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, dan media bersatu padu berkoordinasi serta berkomitmen untuk mengembangkan inovasi pengetahuan yang memiliki potensi untuk dikapitalisasi atau ditransformasi menjadi produk maupun jasa yang memiliki nilai ekonomis.
Penyakit Kusta ini multi faktorial ada beberapa aspek-aspek yang mempengaruhi atas kesembuhannya antara lain:
1. Pemerintah mendukung dengan ketersediaanya tenaga medis, obat-obatan gratis serta di tunjuknya petugas-petugas penyuluhan tentang penyakit tropis ini.
2. Pemimpin mulai dari RT, RW, tokoh masyarakat dan kader yang membantu untuk mengetahui warganya yang berpenyakit maupun tidak dan memberikan edukasi agar yang sakit untuk tidak malu pergi ke pusat kesehatan, lebih teratur berobat dan menjaga kebersihan diri.
3. Lingkungan sekitar, karena paling nyata dan paling terlihat untuk membantu menghilangkan deskriminasi dan mendukung yang sakit dengan menghilangkan stigma tentang kusta dan menerima kembali orang yang telah sembuh agar dapat kembali bermasyarakat.
4. Media, baik media cetak maupun media sosial juga berperan penting untuk lebih mengupayakan tersebarnya edukasi di tengah masyarakat agar lebih terbukanya wawasan bahwa penyakit kusta juga dapat sembuh total.
5. Malu untuk segera berkonsultasi dengan tenaga medis hingga terlambat yang menyebabkan terjadinya disabilitas atau kecacatan pada tubuh.
![]() |
Pic by Emma |
Bersama pasti kita bisa menciptakan iklim baru tentang pandangan buruk suatu penyakit, dan kusta ini bukanlah penyakit kutukan dari Tuhan, akan tetapi penyakit yang disebabkan oleh virus. Saling support adalah hal yang terbaik agar bisa menurunkan angka penyebarannya, tapi ingat protokol kesehatan tetap di utamakan.
Kualitas hidup yang baik dan sehat adalah hak setiap individu dan harapan kita semua, untuk ini dibutuhkan dukungan semua pihak agar terciptanya masyarakat yang sehat dan kuat. Mari bersama kita putus mata rantai penyebaran penyakit kusta ini dengan kolaborasi pentahelix.
Komentar
Salam:Dennise Sihombing
agar masyarakat awam aware terhadap penyakit kusta dan tidak melakukan stigma pada penderitanya